Bahlil <i>Curhat</i> ke DPR: BKPM Naik Level Jadi Kementerian tapi Anggarannya Disunat, Beginilah Jadi Abdi Negara
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia (Foto: Tangkap Layar Raker DPR dengan Menteri Investasi)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendapatkan anggaran sebesar Rp711 miliar pada tahun 2022. Jika dibandingkan dengan anggaran tahun sebesar Rp930 miliar, anggaran pada tahun depan mengalami penurunan Rp219 miliar.

Terkait dengan anggaran tersebut, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pun mencurahkan isi hatinya kepada Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Bahlil menilai anggaran tersebut dirasa sangat kecil dengan target investasi yang masuk mencapai Rp1.100 triliun hingga Rp1.200 triliun.

Tak hanya itu, Bahlil juga mengaku bingung mengapa pasca naik level menjadi kementerian justru anggarannya diturunkan.

"Jadi masih ketika masih berbentuk badan itu anggaran kami tinggi, begitu naik kementerian anggarannya diturunkan. Saya juga bingung tapi itulah nasib sebagai abdi negara ya begini, mau ke mana lagi kami bercurhat selain kepada pimpinan (DPR)," kata Bahlil dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi VI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 8 Juni.

Untuk bisa mengejar target yang begitu tinggi, Bahlil meminta tambahan anggaran sebesar Rp608,5 miliar melalui surat tembusan yang dikirim ke Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas).

Menurut Bahlil, surat ini sudah dikirimkan dan hanya tinggal menunggu persetujuan DPR dalam hal ini Komisi VI sebagai mitra kerja Kementerian Investasi. Nantinya, kata Bahlil, anggaran tersebut akan dialokasikan untuk beberapa kegiatan prioritas.

Seperti program dukungan manajemen dan belanja program. Selain itu, ada pula program peningkatan kemudahan berinvestasi di Tanah Air.

"Besar harapan kami dengan doa dan dzikir dari seluruh pergumulan pimpinan dan karyawan di Kementerian Investasi, melalui surat ini kiranya dapat dipahami dan dapat diperjuangkan oleh Pimpinan Komisi VI DPR RI," tuturnya.