Polemik PPN Sembako, Anak Buah Sri Mulyani Pastikan Belum Ada Pembahasan dengan DPR
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Wacana pengenaan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok (sembako) akhirnya dikonfirmasi langsung oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Melalui Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Kunta Wibawa, pemerintah memberikan jawabannya.

“Masih belum dibahas dengan DPR dan pemberlakuannya pun tidak sekarang,” ujar dia dalam diskusi yang digelar Kementerian Keuangan pada Kamis, 10 Juni.

Menurut Kunta, rencana pengenaan PPN sembako mencuat setelah pemerintah mengambil inisiasi untuk merevisi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Adapun, maksud dari pembaharuan RUU itu diklaim sebagai langkah reformasi demi terciptanya keadilan dalam pungutan pajak.

“Pemerintah ingin dalam melaksanakan pungutan pajak ada semangat keadilan bagi bersama,” tuturnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, terdapat tiga skema dalam pelaksanaan PPN sembako. Pertama, PPN usulan 12 persen.

Kedua, skema multitarif 5 persen yang lebih rendah dari  skema pertama dengan penguatan legalitas melalui Peraturan Pemerintah. Serta yang ketiga adalah melalui cara PPN final 1 persen.

Untuk diketahui, pemerintah cenderung memilih skema ketiga, yakni PPN final 1 persen karena dapat mengakomodir serta meminimalisir dampak bagi pelaku usaha kecil dan menengah.

Sementara itu, dalam postur APBN 2021 disebutkan bahwa target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp1.229,58 triliun. Angka tersebut lebih besar 14,69 persen dari realisasi penerimaan pajak 2020 yang tercatat sebesar Rp1.072 triliun.

Kemudian, dalam Rancangan APBN 2022 dijelaskan jika pendapatan negara tahun depan diperkirakan sekitar Rp1.823 triliun atau 10,18 dari produk domestik bruto (PDB). Sementara untuk sektor belanja disebutkan sebesar Rp2.631 triliun atau 14,6 dari PDB.

Dari estimasi tersebut dapati bahwa defisit anggaran akan berada pada kisaran 800 triliun atau setara 4,5 persen dari PDB.